Ceritera Tentang Piramida Di Tepi Barat Sungai Nil Part 1



Tanpa ragu-ragu orang akan berkata sekelompok piramida di daerah Giza atau Gizeh, dekat Kairo, merupakan pemandangan yang memukau dan menakjubkan. Dalam perjalanan ke Selatan, di tepi kiri dan kanan jalan raya berdiri rumah-rumah mewah diteduhi pohon-pohon palma. Di sebuah kelokan jalan yang mendaki, membelok ke kiri, tiba-tiba muncullah piramida putih. Tinggi menjulang ke angkasa. Atapnya runcing berupa sebuah titik. Dindingnya, semua ada empat sisi, putih kemilau ditimpa sinar matahari padang pasir.



Inilah The Great Pyramid, piramida yang terbesar yang dibangun atas perintah Fir’aun Cheops atau Chufu. Nomor dua tertinggi adalah piramida yang dibangun oleh Fir'aun Chefren kemudian yang oleh Mycerinus. Di sekelilingnya terhampar mastaba, yakni makam para bangsawan atau orang-orang penting yang dekat dengan raja. Bentuknya segi empat, agak naik dari permukaan tanah. Terbuat dari batu juga seperti halnya piramida.

Tahun 3.200 S.M. dianggap sebagai tahun ketika Fir’aun Menes untuk pertama kali berhasil mempersatukan kerajaan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sepanjang ribuan tahun sejarahnya, lembah sungai Nil ini mengenal pergantian “dinasti” atau wangsa sampai lebih dari 30 kali. Dan berkali-kali mengalami serbuan dan penjajahan berbagai bangsa.



Beberapa ribu tahun yang lampau, ketika manusia belum lagi pandai membaca dan menulis, datanglah sejumlah pengembara mendiami lembah sungai Nil. Lembah dekat Laut Tengah ini sangat subur, setiap tahun digenangi air sungai Nil yang melimpah seraya meninggalkan lumpur berpupuk. Desa-desa tumbuh pesat, berkembang menjadi suatu kelompok masyarakat dengan peraturan dan kebiasaan tertentu. Kelompok-kelompok berhasil disatukan oleh Raja Menes pada tahun 3.200 S.M. dengan nama Mesir Hulu dan Hilir. Dibangunlah ibu kota Memphis, letaknya dekat Kairo sekarang. Menes menyederhanakan sistem tulis menulis di masa itu, dari gambar-gambar yang rumit dan banyak sekali, sehingga menjadi tulisan gambar yang mirip abjad. Sayang peninggalannya sangat sedikit kebanyakan hanya didapati pada makam-makam kuno atau runtuhan kuil.


Orang Mesir pada masa itu percaya ada kehidupan sesudah mati. Jenazah harus diabadikan, guna dipakai lagi oleh si empunya di dunia sana, di alam baka. Biaya mengabadikan jenazah bukan main mahalnya, dan mungkin oleh karena itu hanya orang kaya dan raja-raja saja yang sanggup mengabadikan jenazahnya sampai berumur ribuan tahun. Mummi atau jenazah yang telah dibalsem menjalani proses yang panjang dan lama. Lebih dahulu bagian tubuh yang mudah busuk seperti otak, isi perut, dan lain-lainnya, dikeluarkan. Lalu tubuh yang hendak diabadikan direndam (70 hari lamanya) dalam cairan khusus berisi rempah-rempah. Setelah selesai, jenazah dibalut dengan kain khusus pula, yang panjangnya sampai ribuan meter.

Ketika dimasukkan ke dalam keranda dari batu atau pualam, biasanya semua pakaian kebesaran, alat-alat upacara dan perhiasan intan permata milik si mati diikut sertakan dengan keyakinan semuanya itu kelak perlu baginya dalam kehidupannya yang baru. Keranda nantinya bukan dimakamkan dalam arti ditimbun tanah, melainkan diletakkan saja di sebuah ruangan khusus di perut sebuah piramida, kalau ia seorang raja atau keluarga raja. Baru kemudian piramida yang mirip bukit kecil itu ditimbun dan dikunci rapat. Bayangkanlah benda-benda apa saja yang ikut serta dalam pemakaman seorang fir’aun. Tidak mengherankan piramida selalu jadi mangsa perampokan, mulai dari sejak didirikannya ribuan tahun yang lalu.

Orang Mesir kuno pun yakin, tempat bagi mereka yang sudah mati ada di sebelah Barat. Bukankah matahari setiap hari naik bahtera menuju ke arah Barat? Bila ia sampai ditujuannya, ia tidur di sana, lalu bumi gelap gulita? Tepi barat sungai Nil kemudian dipilih sebagai tempat “baru” bagi para raja yang mangkat, berikut menteri-menteri dan orang-orang penting lainnya. Piramida dan mastaba semua terletak di tepi barat sungai Nil. Osiris, Dewa Maut, dianggap sebagai warga negara daerah Barat yang nomor satu.


Asal-usul kata “piramida” tak pernah jelas. Orang Mesir purba menyebutnya sebagai “mer” dan orang Yunani purba menamakannya “pyramis”. Jamaknya pyramides. Dalam tulisan di papyrus (semacam daun lontar di negeri kita) ada kata “per-em-us” untuk benda yang mirip piramida. Sedangkan di Yunani dulu ada sejenis kue dari tepung gandum yang disebut “pyramis”. Mungkin kue ini bentuknya mirip dengan monumen makam para fir’aun.

***



Dalam perkembangan selanjutnya, muncullah Fir’aun Zoser (Djoser) sebagai pembangun kurun Kerajaan Lama. Ia memerintahkan Imhotep, perdana menterinya yang punya pengetahuan luas tentang pelbagai hal, membangun sebuah makam baginya dan keluarganya. Makam itu harus tahan sepanjang masa. Imhotep memilih tempat di Saqqarah. Dibangunnya dulu sebuah mastaba. Di atas mastaba ini dibangun mastaba kedua, yang bentuknya lebih kecil. Demikian berturut-turut sampai ke puncak, sebanyak 6 tingkat. Piramida semacam ini diduga jenis piramida yang paling awal. Disebut sebagai piramida bertangga atau piramida bersusun. Sepanjang masa 1.000 tahun berikutnya, agaknya inilah model yang diambil oleh semua fir’aun untuk makam mereka. Dan hampir semuanya senang dengan daerah Saqqarah.


Piramida Zoser banyak memberi keterangan tentang tata cara kehidupan masa itu. Di situ ada sebuah pintu masuk ke dalam piramida, dan dari pintu ada jalan sempit menuju ke sebuah ruang besar untuk upacara agama. Dekat ruang ini ada lagi sebuah ruang, biasanya tempat keranda raja diletakkan. Tidak jarang kamar ini sangat dirahasiakan letaknya, untuk menghindari tangan para perampok. Bangunan Zoser tingginya sampai 146,59 m menjulang ke angkasa. Bahannya hanya batu kapur yang diperoleh di bukit-bukit hulu di Selatan. Semuanya dibentuk dan diasah secara seragam dan teliti. Disusun secara teliti memakai perhitungan yang sangat tepat.


Dinding-dinding ruang, dan alat-alat yang ada dalam piramida juga kerap dihiasi pahatan yang melukiskan penghidupan mereka masa itu. Misalnya di situ tampak raja sedang bersiap untuk lari mengitari suatu jarak yang telah ditentukan. Rupanya ia sedang mengikuti upacara “heb-sed” yakni sebuah upacara yang sudah sangat kuno. Raja yang dianggap sudah terlalu tua memerintah, dibunuh karena dianggap tidak akan sanggup lagi bertakhta. Di masa Zoser agaknya upacara ini sudah dihapus, diganti dengan ketentuan baru. Raja yang sudah tua “diuji” keadaan jasmaninya, ia harus berlari mengitari jarak yang telah ditentukan. Bila ia lulus, ia akan dimahkotai untuk kedua kalinya, dan terus memerintah. Ia wajib mempersembahkan sajian-sajian kepada Dewa Selatan dan Utara Mesir setelah lulus ujian ini.


Di dalam sebuah ruangan lain di perut piramida ini, mungkin ini sebuah “gudang”, terdapat patung Zoser sebesar manusia biasa. Patung itu melukiskannya secara biasa, memakai rambut palsu yang tergerai sampai bahu dan jubahnya tersampir lepas dari bahu sampai mata kaki. Patung ini sekarang disimpan di Museum Kairo. Sebagai gantinya, dibuatkan patung tiruan di tempat itu. Keranda batu di piramida itu ternyata hanya berisi mummy seorang anak kecil. Entah Zoser tak pernah dimakamkan di piramida itu, atau telah lebih dulu dirampok dan dibinasakan oleh para penjahat. Rupanya para perampok ini, tidak pernah membiarkan makam fir’aun yang mana saja aman dari ulah mereka. Bagaimanapun diusahakan merahasiakan jalan atau pintu masuk ke dalam makam para raja, mereka selalu mendapat akal untuk melaksanakan niatnya.

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Lagu Papinka Terlengkap (Download Papinka Discography)