Penyembahan Sapi Betina
Penyembahan sapi betina sebetulnya adalah hasil pemikiran lama warisan kelompok masyarakat primitif yang disebut totem. Ini adalah semacam penyembahan pada thâgut, yakni penyembahan yang dilakukan oleh manusia primitif pada tuhan berupa binatang atau tumbuh-tumbuhan, karena diduga bahwa antara manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan ada tali persaudaraan dan hubungan kekerabatan. Totem sendiri diakui sebagai sesuatu yang suci dan najis sekaligus. Tuhan totem dipelihara dan dijaga oleh ajaran tabu. Di antara yang dianggap tabu adalah bahwa haram hukumnya membunuh hewan dan tumbuh-tumbuhan atau memakan dagingnya. Itulah pertumbuhan keyakinan tabu berkenaan dengan makanan. Pemikiran ihwal tabu memakan daging binatang dan tetumbuhan telah lama berakar pada sebagian masyarakat di dunia. Sapi betina menjadi tabu bagi orang India yang beragama Hindu, dan babi menjadi tabu untuk dimakan bagi orang-orang Yahudi. Lihat buku Al-Yahûdiyyah fî al-'Aqîdah wa at-Târikh karya 'Ishâmuddîn Hifnî Nashif, hlm. 16-17.
Seorang filosof besar, Will Durant, pernah mengatakan, "Pada hakikatnya, Anda akan menemukan bahwa segala khurafat, takhayul atau tradisi lama, senantiasa berhubungan dengan perikehidupan manusia modern sekarang. Sesungguhnya peradaban adalah karya segelintir orang yang membangunnya secara bertahap dan perlahan-lahan disertai kesabaran dalam mengumpulkan bahan-bahannya dari perikehidupan penuh kemewahan. Sementara itu, kebanyakan orang, meskipun telah berlalu seribu tahun, tidak memperlihatkan suatu perubahan yang berarti." Lihat The Story Civilization, jilid I, hlm. 103.
Oleh karena itu, Islam sangat tegas mengharamkan pembuatan dan penempatan patung di rumah-rumah atau di berbagai tempat. Perilaku mengagungkan patung, di samping mengundang kehadiran setan dan mengusir malaikat, kerap mengundang orang untuk mengagungkan dan membesarkan sesuatu yang melahirkan fitnah. Tak seorang pun dapat mengatakan bahwa peradaban manusia telah mencapai suatu batas kemajuan yang tinggi karena semua akal manusia memperkenankan adanya penyucian atas berhala. Kita lihat orang-orang Hindu di India menyembah sapi betina. (Sapi adalah sebagian dari sesembahan orang-orang Hindu yang selama berpuluh-puluh tahun, bahkan berabad-abad, tidak pernah lenyap untuk disucikan dan disembah).
Dalam kitab Samaweda-salah satu bagian dari Weda, kitab suci orang Hindu-terdapat semacam ibadah berupa kidung yang berjudul "Sembahyang kepada Sapi Betina". Jika diterjemahkan, kidung itu akan berbunyi: "Wahai sapi betina suci, bagimu pemujaan, kemuliaan, dan doa pada setiap penampilanmu. Engkau edarkan-dan bagi-bagikan-susu di waktu fajar menyingsing dan ketika malam gelap gulita. Atau, engkau lahirkan anak sapi (betina atau jantan). Kami akan menyiapkan bagimu tempat luas, suci, dan layak bagimu. Kami juga akan menyediakan air jernih yang bisa engkau minum. Wahai sapi betina, semoga engkau berkenan menyebarkan nikmat penuh kebahagiaan di antara kami."
Ada satu hikayat yang mengisahkan percakapan antara seekor babi dengan seorang raja. Suatu hari, seekor babi pergi menemui seorang raja. Kebetulan, ketika itu, ia sedang melakukan sembahyang di depan sapi betina, seraya memproklamasikan sapi betina itu sebagai sembahannya yang berpengaruh atas dirinya. Berkatalah babi kepada sang raja, "Wahai raja, kapan engkau akan menyembah aku?"
Tentu saja sang raja marah seraya membentak babi, lalu berkata, "Keluarlah kamu! Jika tidak, maka aku akan membunuhmu!"
Mendengar perkataan sang raja, maka sang babi pun menangis, lalu ia berkata, "Baiklah, ternyata engkau hanya mau dan suka memakan dagingku saja. Aku mati untuk menyajikan kepadamu apa yang kamu suka. Tetapi, meskipun demikian, kamu hanya mau menyembah sapi betina dan tidak menyembah aku."
Raja pun menjawab, "Sungguh kamu bodoh, wahai babi. Aku mengambil dagingmu setelah kamu mati, yakni dalam keadaan kamu tidak dapat memberi apa-apa dan tidak pula dapat menolak apa pun. Dagingmu akan segera habis termakan. Adapun sapi, ia dapat memberiku makanan dengan penuh ketaatan, tetapi ia tetap hidup. Demikianlah, selanjutnya, ia selalu menyajikan makanan dari hari ke hari tanpa habis-habisnya. Sungguh ia menjadi simbol al-îtsâr (atruisme). Atas dasar itulah aku menyembahnya."
Pendapat Mahatma Gandhi tampaknya cukup jelas dan terang-terangan. Ia mengatakan bahwa sapi betina adalah seorang ibu bagi manusia. Pendapatnya itu ditulis dengan judul "Keibuan Sapi Betina" (Peran Sapi sebagai Ibu bagi Manusia). Di antaranya, ia berkata, "Sesungguhnya, penjagaan atas sapi betina, sebagaimana ditetapkan dan diwajibkan atas agama Hindu, adalah hadiah dari orang-orang Hindu bagi dunia. Hal itu juga merupakan pancaran adanya rasa persaudaraan antara manusia dengan hewan. Dalam pemikiran orang-orang Hindu, diyakini bahwa sapi betina adalah ibu manusia. Memang demikian menurut hakikatnya. Ketika saya melihat seekor sapi betina, saya tidak menganggap bahwa saya melihat seekor hewan, karena saya menyembah sapi betina dan akan terus berusaha menyembahnya di hadapan alam semuanya. Bahkan, keibuan sapi betina melebihi peran ibu yang sebenarnya jika ditinjau dari berbagai segi.
- Pertama, ibu yang sesungguhnya hanya menyusui kita selama satu atau dua tahun, tetapi ia menuntut khidmat dari kita sepanjang umur sebagai balasan atas jasanya itu. Sementara itu, ibu kita-sapi betina-memberi susu kepada kita untuk selamanya dan ia tidak meminta apa pun dari kita selain makanan biasa saja.
- Kedua, jika ibu kita yang sesungguhnya sakit, maka kita perlu mengeluarkan banyak dana untuk kesembuhannya. Jika ibu sapi betina sakit, kita tidak banyak mengeluarkan dana.
- Ketiga, jika ibu kita yang sesungguhnya mati, maka kita dituntut untuk mengurusnya sampai tuntas dan hal itu memerlukan banyak biaya. Sementara itu, jika ibu sapi betina mati, ia tetap memberi manfaat pada kita sebagaimana ia masih hidup, karena kita dapat mengambil manfaat dari setiap bagian jasadnya, termasuk tulang, kulit, dan bahkan tanduknya.
***
Komentar
Posting Komentar