Tentang Monumen Cinta Untuk Mumtaz Mahal
Kunjungan ke India rasanya tidak lengkap tanpa singgah ke negara bagian
Agra. Agra, di Utara memiliki banyak peninggalan bangunan dari raja-raja
India beragama Islam, karya wangsa Mughal. Arsitekturnya dikagumi oleh
ahli-ahli dari segala bangsa yang telah melihatnya. Sebuah diantara
peninggalan yang terkenal ke seluruh dunia sampai sekarang adalah
mausoleum (makam) TAJ MAHAL di tepi sungai Jamunna, anak sungai Gangga,
yang dianggap suci oleh umat Hindu.
Dulu Agra merupakan ibu kota kerajaan tempat bersemayamnya maharaja Islam dari wangsa Mughal. Shah Jahan, salah seorang diantaranya, memerintah dari tahun 1629-1648. Ia didampingi oleh permaisuri yang cantik juita, Arjumand Banu Begum. Baginda sangat mencintainya, hingga memberi julukan "Mumtaz Mahal" artinya, yang terpilih di istana. Setelah 19 tahun hidup bersama, permaisuri kesayangan Baginda mangkat waktu melahirkan putra yang kesekian. Baginda sangat berduka cita. Untuk mengenang dan mengabadikan cinta mereka, Shah Jahan bertekad membangun sebuah mausoleum yang sangat indah dan tahan sepanjang masa di tepi sungai Jamunna.
Niat ini mulai dilaksanakan tahun 1632, setahun setelah kepergian Mumtaz Mahal. Rancangannya dibuat oleh sidang arsitek-arsitek dari India, Persia (sekarang Iran), Asia Tengah dan negeri-negeri sekitarnya. Rancangan yang terpilih akhirnya milik Ustad Isa, yang tak diketahui kebangsaannya, mungkin Turki, atau mungkin juga Persia. Insinyur, tukang batu, tukang kayu, pemahat dan seniman lainnya, seperti halnya bahan bangunannya, didatangkan dari seluruh India dan Asia Tengah. Lebih dari 20.000 pekerja membangun monumen cinta raja itu sepanjang 22 tahun. Biayanya pasti sangat besar.
Dari kejauhan gedung itu sudah tampak menonjol di antara pemandangan di sekitarnya. Warnanya putih pekat, seperti perak di malam purnama, seperti gading di siang hari. Pintu masuknya dari batu kapur merah yang penuh ukiran indah. Sampailah kita ke sebuah taman yang teduh lagi luas. Lalu ada kolam, kerap kali memantulkan bayangan seluruh mausoleum di airnya yang jernih. Ikan mas besar kecil berkejar-kejaran dengan riangnya di situ. Kesan dan perasaan yang kita alami saat itu hanyalah ketenangan batin, dan rasa kagum akan bangunan megah dan agung di hadapan kita. Bunga-bunga mekar memancarkan harum ke udara, angin berhembus sepoi-sepoi seolah membelai rambut dan tengkuk kita. Burung asyik berkicau renyah di dahan-dahan di taman, sementara tupai berlompat-lompatan menikmati keindahan alam di sekitarnya. Beberapa pokok kayu besar dan tinggi seperti menjolok langit rupanya.
Dinding luar Taj Mahal seluruhnya dilapis batu pualam putih agak kekuningan. Ia berdiri dengan kokohnya di atas dasar, agak lebih tinggi dari tanah. Kombinasi daun-daun hijau tua di taman dengan dindingnya yang putih bagaikan gading sangat sedap dipandang mata. Hanya cinta jualah yang dapat menggerakkan hati orang untuk membangun gedung sedemikian agungnya, bagai mahkota di antara sekian gedung di muka bumi ini. Di keempat sudut dasarnya dibuat minaret, menara berkubah di atasnya gaya arsitektur India khas Islam. Kalau minaret di Turki ujungnya lancip seperti roket, di India minaret ada "leher" di bawah kubah puncak. Minaret ini pun dari batu pualam putih.
Bangunan lain seperti kandang kuda, rumah penjaga, ruang para hamba sahaya semuanya terletak di luar dinding pagar. Seperti halnya pintu gerbang masuk, dinding pagar sekeliling halaman dibuat dari batu kapur warna merah dan dipahat dengan indah. Tak kurang pula indahnya arsitektur mesjid dan jawabnya di ujung utara, menghadap ke mausoleum, dari batu kapur merah Sikri. Kubahnya mungil, diberi penyangga mirip leher (terletak di bagian depan). Di dalam mausoleum ada ruang bersegi delapan, tempat untuk mengenang permaisuri Mumtaz Mahal yang tak terlupakan oleh Shah Jahan. Di atas ruang inilah terletak kubah, tingginya sekitar 75 m dari lantai. Di tengah kamar bersegi delapan (sebetulnya kosong) ada semacam tirai (penyekat ruang) dari batu pualam berukir, berlubang-lubang dan bertahtakan batu permata. Di bawah ruang, dihubungkan dengan tangga, baru kamar tempat makam yang sesungguhnya. Shah Jahan dibaringkan di sisi permaisuri yang mengilhaminya membuat bangunan yang dikagumi orang di seluruh dunia. Di hari tuanya, Baginda jadi tahanan putranya yang ketiga, naik takhta dengan nama Aurangzeb. Ia ditahan di Benteng Agra (Agra Fort), sebuah bangunan kokoh campuran arsitektur Islam dan Hindu. Dari benteng ini Shah Jahan diperbolehkan setiap hari memandang kubah Taj Mahal, sambil mengenangkan saat-saat percintaannya. Waktu mangkat, permintaannya agar dibaringkan berdampingan dengan Mumtaz dikabulkan.
Beberapa orang Eropa zaman modern menganggap minaret Taj Mahal kurang indah, mengingatkan mereka kepada cerobong asap pabrik di Eropa. Pohon-pohon tinggi juga dianggap mengganggu pemandangan waktu kita ingin menikmati lengkung garis keindahan bangunan secara keseluruhan. H.R. Neville menulis dalam "Agra Gazetteer", 1921 : "........ dari kejauhan, Taj merupakan pekerjaan manusia yang sangat sempurna," Walaupun rancangan gedung dikecam sebagai "agak kewanitaan." sebetulnya demikianlah yang dikehendaki oleh perancangnya. Wangsa Mughal mendapat julukan "membangun bagai raksasa, tapi bekerja seperti pandai mas." Dan Taj Mahal merupakan salah satu permata karya mereka yang tak ada bandingannya.
Keempat sisi bangunan serupa saja. Dinding batu pualam dari Makrana memantulkan sinar berganti-ganti, menerbitkan bermacam-macam perasaan kepada yang melihat. Dataran yang kena sinar matahari pagi putih seperti gading, bayang-bayangnya biru muda yang lembut. Sebaliknya daun-daun di halaman memantulkan cahaya kehijauan yang tipis sekali ke dinding yang putih. Pendek kata, semuanya itu berharga untuk dilihat, asri sekali. Pada waktu senja, menjelang gelap, seluruh alam bermandikan sinar jingga keemasan. Dan jika dipandang dari hadapan, bangunan Taj Mahal tampak bagaikan lukisan bergaris hitam, berlatar belakang alam yang mengenakan selimut jingga keemasan. Tetapi saat tepat untuk memandang mausoleum raja dan permaisuri dari wangsa Mughal ini adalah waktu bulan purnama. Seluruh alam hening, kecuali suara serangga dan hembusan angin malam yang lembut, kabut menyelimuti taman yang rindang. Sementara udara semerbak oleh wangi bunga-bungaan, tampaklah kubah mausoleum bermandikan sinar bulan keperakan, seperti mutiara raksasa dikelilingi mutiara kecil-kecil. Perlahan-lahan terdengar gemerisik suara aliran sungai Jammuna sebagai musik latar belakang ..................
Taj Mahal kini merupakan kebanggaan India, dan namanya dikenal orang di segala penjuru dunia. Bagi orang yang kurang tahu, mereka merusak sebutan Mumtaz Mahal menjadi Taj Mahal.
Dulu Agra merupakan ibu kota kerajaan tempat bersemayamnya maharaja Islam dari wangsa Mughal. Shah Jahan, salah seorang diantaranya, memerintah dari tahun 1629-1648. Ia didampingi oleh permaisuri yang cantik juita, Arjumand Banu Begum. Baginda sangat mencintainya, hingga memberi julukan "Mumtaz Mahal" artinya, yang terpilih di istana. Setelah 19 tahun hidup bersama, permaisuri kesayangan Baginda mangkat waktu melahirkan putra yang kesekian. Baginda sangat berduka cita. Untuk mengenang dan mengabadikan cinta mereka, Shah Jahan bertekad membangun sebuah mausoleum yang sangat indah dan tahan sepanjang masa di tepi sungai Jamunna.
Niat ini mulai dilaksanakan tahun 1632, setahun setelah kepergian Mumtaz Mahal. Rancangannya dibuat oleh sidang arsitek-arsitek dari India, Persia (sekarang Iran), Asia Tengah dan negeri-negeri sekitarnya. Rancangan yang terpilih akhirnya milik Ustad Isa, yang tak diketahui kebangsaannya, mungkin Turki, atau mungkin juga Persia. Insinyur, tukang batu, tukang kayu, pemahat dan seniman lainnya, seperti halnya bahan bangunannya, didatangkan dari seluruh India dan Asia Tengah. Lebih dari 20.000 pekerja membangun monumen cinta raja itu sepanjang 22 tahun. Biayanya pasti sangat besar.
Taj Mahal dilihat dari Agra Fort |
Dari kejauhan gedung itu sudah tampak menonjol di antara pemandangan di sekitarnya. Warnanya putih pekat, seperti perak di malam purnama, seperti gading di siang hari. Pintu masuknya dari batu kapur merah yang penuh ukiran indah. Sampailah kita ke sebuah taman yang teduh lagi luas. Lalu ada kolam, kerap kali memantulkan bayangan seluruh mausoleum di airnya yang jernih. Ikan mas besar kecil berkejar-kejaran dengan riangnya di situ. Kesan dan perasaan yang kita alami saat itu hanyalah ketenangan batin, dan rasa kagum akan bangunan megah dan agung di hadapan kita. Bunga-bunga mekar memancarkan harum ke udara, angin berhembus sepoi-sepoi seolah membelai rambut dan tengkuk kita. Burung asyik berkicau renyah di dahan-dahan di taman, sementara tupai berlompat-lompatan menikmati keindahan alam di sekitarnya. Beberapa pokok kayu besar dan tinggi seperti menjolok langit rupanya.
Dinding luar Taj Mahal seluruhnya dilapis batu pualam putih agak kekuningan. Ia berdiri dengan kokohnya di atas dasar, agak lebih tinggi dari tanah. Kombinasi daun-daun hijau tua di taman dengan dindingnya yang putih bagaikan gading sangat sedap dipandang mata. Hanya cinta jualah yang dapat menggerakkan hati orang untuk membangun gedung sedemikian agungnya, bagai mahkota di antara sekian gedung di muka bumi ini. Di keempat sudut dasarnya dibuat minaret, menara berkubah di atasnya gaya arsitektur India khas Islam. Kalau minaret di Turki ujungnya lancip seperti roket, di India minaret ada "leher" di bawah kubah puncak. Minaret ini pun dari batu pualam putih.
Minaret |
Makam Shah Jahan dan Mumtaz Mahal |
Minaret |
Beberapa orang Eropa zaman modern menganggap minaret Taj Mahal kurang indah, mengingatkan mereka kepada cerobong asap pabrik di Eropa. Pohon-pohon tinggi juga dianggap mengganggu pemandangan waktu kita ingin menikmati lengkung garis keindahan bangunan secara keseluruhan. H.R. Neville menulis dalam "Agra Gazetteer", 1921 : "........ dari kejauhan, Taj merupakan pekerjaan manusia yang sangat sempurna," Walaupun rancangan gedung dikecam sebagai "agak kewanitaan." sebetulnya demikianlah yang dikehendaki oleh perancangnya. Wangsa Mughal mendapat julukan "membangun bagai raksasa, tapi bekerja seperti pandai mas." Dan Taj Mahal merupakan salah satu permata karya mereka yang tak ada bandingannya.
Keempat sisi bangunan serupa saja. Dinding batu pualam dari Makrana memantulkan sinar berganti-ganti, menerbitkan bermacam-macam perasaan kepada yang melihat. Dataran yang kena sinar matahari pagi putih seperti gading, bayang-bayangnya biru muda yang lembut. Sebaliknya daun-daun di halaman memantulkan cahaya kehijauan yang tipis sekali ke dinding yang putih. Pendek kata, semuanya itu berharga untuk dilihat, asri sekali. Pada waktu senja, menjelang gelap, seluruh alam bermandikan sinar jingga keemasan. Dan jika dipandang dari hadapan, bangunan Taj Mahal tampak bagaikan lukisan bergaris hitam, berlatar belakang alam yang mengenakan selimut jingga keemasan. Tetapi saat tepat untuk memandang mausoleum raja dan permaisuri dari wangsa Mughal ini adalah waktu bulan purnama. Seluruh alam hening, kecuali suara serangga dan hembusan angin malam yang lembut, kabut menyelimuti taman yang rindang. Sementara udara semerbak oleh wangi bunga-bungaan, tampaklah kubah mausoleum bermandikan sinar bulan keperakan, seperti mutiara raksasa dikelilingi mutiara kecil-kecil. Perlahan-lahan terdengar gemerisik suara aliran sungai Jammuna sebagai musik latar belakang ..................
***
Komentar
Posting Komentar