Kursi Antik
Perempuan yang datang menemuiku pada pagi-pagi dini hari itu langsung menyebutkan namaku, lalu bertanya, "Bapak yang suka kumpul-kumpul barang-barang antik?" "Yoah...," sahutku sambil menguap panjang. Lalu katanya pula, "Aku punya sebuah kursi antik...." Sejenak aku tertegun, tidak yakin tentang apa yang dikatakannya, lebih-lebih melihat keadaannya. Kuperhatikan perempuan itu hampir setengah menyelidik, dari ujung rambut sampai ke tumitnya. Perawakannya kurus kerempeng, terbungkus dalam gaun usang yang kumal dan lusuh. Ia masih muda, barangkali belum lagi dua puluh tahun, tapi tampak serupa perempuan separo baya. Wajahnya pasi kepucat-pucatan dan kedua belah matanya yang sayu seolah-olah tersembunyi dalam luangan di atas pipinya yang cekung, sedang pada pelipisnya jelas tampak beberapa garis-garis derita yang tajam menggores. Kaki-kakinya yang kotor berdebu itu mengapit sepasang sandal jepit. &q